CERPEN
Berjudul :
“ WHY ? “
KARYA
:
FITRI RIA NUR ‘AINI
2010
WHY ?
Setelah
memperkenalkan diri, Dika segera menempati tempat duduknya. Ia mulai diajak
berkenalan dengan teman-temannya. Sekolah baru , guru baru, tak ketinggalan
teman baru. Ibu Mira selaku guru kimia memulai pembelajaran. Dalam hidup Dika, ia memang kerap pindah
sekolah karena harus mengikuti ayahnya yang kerjanya harus berpindah-pindah.
Bahkan sampai ke luar kota.
“
Gue Rio. Anak paling keren di sekolah ini. Salam kenal !“
“
Aku Andika.”
“
Selamat bergabung di kelas XI-IA 1, semoga kau bisa beradaptasi dengan baik di
sini. “ ungkap Rio teman sebangku Dika.
Setelah
pulang sekolah, Dika langsung pulang ke rumah. Tak lupa ia juga harus menjemput
adiknya yang masih duduk dibangku SMP. Menaiki sepeda motor Ninja milik
kakaknya,Rina segera berpegangan dengan erat. Jangan tanggung-tanggung cowok
aries ini memang mengidap penyakit GP mania , jalanan ramai atau sepi sama saja,
kecepatan rata-ratanya tidak kurang dari 120km/h. Dengan kecepatan ala pembalap
inilah, resiko kecelakaan juga menjadi faktor utamanya. Sudah berkali-kali ia
jatuh tetapi tidak kapok juga. Sesampainya di rumah, Rina langsung mengadu ke
ibunya kalau kakaknya tadi membonceng Rina dengan sangat kencang. Cewek mana
yang tidak jantungan dibonceng dengan kecepatan seperti itu. Mau tidak mau Dika mendapat semprot dari
ibunya, sudah dikasihtahu kalau ini daerah baru mungkin Dika belum hafal betul
jalan yang dilewati. Lagipula anak Bu Irma cuma mereka berdua, tentu beliau
sangat takut jika kehilangan keduanya. Tanpa menggubris sedikitpun Dika
langsung masuk ke kamarnya.
Malam
harinya Dika menelpon Rio teman sebangkunya dan akan menjadi temannya selama
dua tahun kedepan. Ia minta tolong untuk besok, ia minta diantar sampai ke
sekolah. Bukan apa-apa ,maklum ia masih baru di sekolah itu jadi ia belum hafal
jalan menuju ke kelas nya. Memang konyol, tapi inilah kenyataannya. Seorang
Dika yang ugal-ugalan tidak tahu keberadaan kelasnya sendiri. Ia memang
orangnya dingin dan super cuek. Tapi siapa tahu ia juga memiliki banyak
penggemar rahasia tetapi ia tak menggubrisnya. Tidak penting katanya. Padahal
Dika punya tampang yang cukup cool
untuk menarik perhatian para cewek. Paginya Rio udah bersiap di depan rumah
Dika. Ini adalah hari keduanya melakukan aktifitas rutin di sekolah barunya.
Setelah memarkir motor kesayangannya, ia dan Rio menuju ke kelas. Di perjalanan
ia di stop oleh seorang cewek.
“
Kamu Andika Efendi yang pernah ikut lomba debat dan pidato bahasa Inggris
tingkat propinsi itu kan ?” tanya cewek itu dengan nada penuh rasa ingin tahu.
“
Iya !” jawab Dika singkat.
“
What’z ? Loe ikut debat bahasa inggris ?“ Rio kaget plus tidak percaya.
“
Memangnya kenapa ,contoh tu temen kamu! dapat juara pertama lagi,“ cewek itu
menjelaskan
“
Maaf kita buru-buru !“ Dika nyeluntuk dan langsung menarik tangan Rio.
Rio
marah-marah ke Dika, Kayaknya Rio ada feel dengan cewek ini. Makanya ia cari
alasan untuk ketemu dengan cewek itu lagi. Padahal menurutnya itu berita yang
sangat bagus.Tak disangka teman barunya ini punya prestasi yang cukup
membanggakan. Dibanding Dika, kemampuan Rio memang tidak ada apa-apanya. Tapi
entah karena faktor kebetulan atau memang takdir Rio masuk kelas XI-IA 1 kelas
unggulan tingkat XI.
“
Loe tu ngapain sih, buru-buru amat, Amat aja nggak buru-buru, kasihan kan Nana
kita tinggal gitu aja , ah payah loe Dik !!”.
“
Bukan gitu, aku hanya, “ kata-kata Dika dipotong Rio.
“ Halah tidak bisa, nanti istirahat
Loe harus minta maaf ke Nana !”
“ Tapi kan gue nggak salah apa-apa?“
Dika mencoba mengelak.
“ Udah ngikut aja,,!” bentak Rio dan bersamaan
bel masukpun berbunyi.
Ternyata benar, istirahatnya mereka
berdua menuju kantin dan menemui cewek itu. Setelah bertemu mereka ngobrol
banyak. Rio nampaknya bersemangat sekali berbeda dengan Dika yang hanya
bersikap dingin dihadapan mereka berdua. Rio menyenggol bahu Dika , berharap
cowok dingin ini mau mengeluarkan beberapa patah kata kepada cewek di depannya.
“ Emm…iya, nama kamu siapa? Gue minta
maaf soal tadi pagi.“
“ (sambil berjabat tangan) Aku Nana,
iya nggak apa-apa.” dengan senyum manisnya ia memperkenalkan diri.
“ Dika “ seperti biasa jawabannya
selalu singkat.
“ Sudah tahu. Nggak nyangka kita bisa
bertemu, satu sekolah lagi, setelah olimpiade itu aku udah nggak pernah lagi
ketemu kamu diolimpiade selanjutnya, memangnya kamu kemana?“.
Nana, seorang cewek yang cantik dan
sopan. Ia beda kelas dengan Rio dan Dika. Nana anak XI-IA 3. Tak jarang ia ikut lomba atau
olimpiade mulai tingkat daerah sampai nasional.
Nana dan Dika memang pernah mengikuti olimpiade, tetapi beda mata
pelajaran. Tepatnya di Bandung. Sedangkan Dika dari Jakarta. Nana mahir dalam
hitungan matematikanya sedangkan si Dika kemampuannya berbahasa Inggris tidak
diragukan. “Udah gayanya cool pintar bahasa inggris lagi, jadi kesaingan deh
keren gue”. Ungkap Rio dalam hati.
“ Memangnya kita pernah ketemu?“ tanya
Dika ringan.
“ Aku sering bertemu kamu, kamu dulu
dari SMA 7 Jakarta kan. Aku dari SMA 15 Bandung, ingat ?“ Nana dengan sabar
menjawab pertanyaan konyolnya Dika.
“ Aku sudah lupa !“ jawaban yang
singkat padat dan nggak jelas dari Dika.
******
Tak terasa sudah hampir tiga bulan
Dika sekolah disini, tentu teman-temannya juga sudah hafal dengan dia. Jangan tanya,
cowok cuek ini banyak lho penggemarnya. Dan salah satunya Nana. Pasti Rio
sangat kecewa jika cewek yang ia dambakan ternyata mencintai orang lain. Hari
ini semua sekolah di Bandung dipulangkan lebih awal. Setelah dipulangkan , tak
sedikit yang tidak langsung pulang ke rumah melainkan ngluyur dulu. Murid mana sih yang nggak senang dipulangkan pagi.
Rina mengajak kakaknya ke Mall. Ia mau membeli buku-buku dan peralatan sekolah
lainnya yang menurutnya sudah tidak layak dipakai lagi. “ Kak Dika, nanti
jangan ngebut-ngebut lhow, jalanan pasti sangat ramai“, Rina berpesan pada
kakaknya. Dika hanya diam.
“ Uh,,, kakak payah untung aku nggak
mati !!!“ ternyata bakat ngebut kakaknya
ini memang sangat dikembangkan. Di mall, Dika mendapati adikya sedang ngobrol
asyik dengan seorang cewek yang umurnya sudah diatas adiknya. Dika langsung menemui
Rina dan membentaknya. “Jangan bicara sama orang yang tidak kamu kenal !“,
Spontan Rina kaget karena Dika langsung menyeret tangan adiknya.
“ Berhenti kak … aku bilang BERHENTI
!!“, Rina yang sedari tadi diseret,
akhirnya dihentikan juga.
“ Memangnya dia siapa? Ntar kalau kamu
kenapa-napa gimana? kamu jadi tanggung jawabku sekarang, ngerti ! “
“ Kakak itu baek banget ma aku, dia
ngasih tahu buku yang bagus untukku. Namanya kak Nadia. Meskipun baru kenal
tapi dia orangnya baik kok, ayo kakak harus minta maaf .” jelas Rina pada
kakaknya.
Mereka berjalan menuju cewek itu.
Sambil bengong campur tidak percaya cewek itu menyaksikan mereka berdua. Karena
Dika malu-malu, akhirnya Rina langsung ambil bagian.
“ Kak Nadia, ini kakakku mau minta
maaf karena kejadian tadi .”
“ Ohh, , iya,, aku minta maaf !”
sambil malu-malu kucing akhirnya berani juga Dika minta maaf.
“ Kamu memang kakak yang baik,kamu
jaga adik kamu dengan penuh tanggung jawab, salut deh. Aku juga minta maaf udah
lancang bicara ma adik kamu. Kamu siapa,? Aku Nadia”.
“ (mereka saling berjabat tangan) Dika
.”
Setelah kejadian itu, Dika jadi
kepikiran terus tentang cewek itu. Bodohnya Dika kenapa ia dulu tidak tanya
dimana sekolahnya,alamatnya. “kenapa Gue kepikiran Nadia terus sih? Sial jadi
nggak bisa konsen“. Keadaan itu berlanjut
sampai beberapa hari kedepan. Tingkah laku Dika menjadi aneh. Sms dari Nana pun
jarang dibalas, Dika juga tidak lolos ikut seleksi debat bahasa Inggris. Tentu
hal ini membuat Rio jadi curiga. “Loe sakit ya Dik ? aneh banget loe
akhir-akhir ini,?“ dengan gaya sok perhatian Rio mencoba membujuk Dika agar
mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. “Gue nggak apa-apa kok.” Dika mencoba
menyembunyikan problemnya. “Loe tu ya, udah lebih dari 11 kali gue tanya dan
jawaban loe juga itu-itu aja, apa nggak ada jawaban yang lebih keren..”
Sewaktu pulang sekolah , Nana sengaja
menunggu Dika di depan kelasnya. Ia juga berharap mendapat sedikit pencerahan
tentang apa yang terjadi pada Dika. Nana memang sudah lama memendam perasaannya
sama Dika. Entah karena cowok yang satu ini super cuek atau memang Nana tidak
ingin Dika tahu sehingga sampai sekarang Dika tidak merasa bahwa Nana yang
sering memberi perhatian lebih itu suka pada Dika. Setelah bertemu dengan Dika,
Nana mendapat jawaban yang sama. Dan setelah itu Dika langsung bergegas
pulang. “Dika kenapa ya? Aku jadi
khawatir. Tidak biasanya dia bersikap seperti itu, bahkan sampai tidak lolos
seleksi”. Batin Nana.
Ternyata perasaan yang dirasakan Dika ,
juga dirasakan Nadia. “ Cowok itu unik banget sih, kira-kira sekolah dimana ya
dia. Jadi gemes deh !”, Nadia bicara sendiri dalam kamarnya sambil memeluk boneka
beruangnya. Ketika sarapan, Dika bertanya tentang Nadia pada adiknya. Rina
memberitahu kakaknya dengan senang hati.
“ Kakak minta nomor handphonenya
dong,, ntar kakak belikan coklat deh”, rayu Dika.
“ Wah kebetulan kak, aku kemarin itu
tidak tanya nomor handphonenya kak Nadia !” dengan PDnya Rina menjawab.
“ (Sambil memukulkan tangannya ke
kepalanya) Aduh…mati aku Rin. Terus bagaimana ini? “
“ Santai kak, pokoknya besok sabtu
pulang sekolah aku diantar lagi ke mall itu. Kak Nadia pasti ada, dia langganan
buku disana.“ Akhirnya Rina menjadi malaikat penolong buat kakaknya.
Hari sabtunya, mereka ke mall.
Sesampainya di mall , Dika membuat perjanjian sama adiknya bahwa kalau ditanya
kakaknya mana bilang kakaknya tidak ikut. Setelah selesai beli buku, Rina
pulang dan menuju tempat kakanya menunggu. Sambil mengacungkan jempol kecilnya,
Rina memberi petunjuk bahwa ia berhasil. Hari itu perasaan Dika yang kelabu
lama-kelamaan memudar. Belum apa-apa ia merasa
sudah sangat dekat dengan cewek itu. Malam itu adalah malam minggu, besoknya
hari bebas, tentu tak banyak pelajar yang belajar atau mengerjakan pr malam
itu. Dika memutuskan sms Nadia. Smsnya disambut baik. Mereka akhirnya saling
kenal akrab. Sekolah Nadia pun juga tidak jauh dari sekolahnya Dika. Tepatnya
di MAN 3 Bandung. Mereka berencana ketemuan setelah sepulang sekolah. Nadia
juga seangkatan dengan dika, jadi tak salah jika mereka bisa akrab dengan
cepat.
Hari yang sangat cerah secerah hati
Dika. Hari ini ia akan bertemu dengan Nadia, cewek pujaannya yang membuat ia
jadi tidak karuan. Kayaknya kehidupan normal Dika kembali lagi. Karena
kehadiran Nadia bisa jadi diatas normal. Pelajaran pertama kosong, Pak Slamet
guru agama Dika tidak masuk. Murid-murid ramai. Kesempatan ngobrol dan ngrumpi.
Rio memulai pembicaraan ma Dika. Karena lima hari lagi Nana ulang tahun, Rio
minta pendapat Dika, kira-kira kado apa yang cocok buat Nana. Karena kesempatan
ini hanya datang satu kali, Rio juga bermaksud menembak Nana agar jadi pacarnya.
“ Menurut loe gimana Dik?“ tanya Rio, berharap cowok dingin ini memberi suatu
jawaban yang sempurna. “Loe kado doa ja, mudah kan !” Lagi-lagi Dika selalu
menjawabnya dengan asal. “Gue serius Dika!“ Rio menjawab dengan nada sedikit
kesal. “Menurut gue, loe kado barang yang paling ia sukai dan ia inginkan
pokoknya bermanfaat gitu, terus nembaknya pas siang hari aja, “ tak disangka Dika
punya tips kayak gini juga. “Wahh bagus tu, ok gue laksanain. Itu baru temen
gue.” Rio menepuk-nepuk pundak Dika.
8 Februari adalah hari ulang tahun
Nana. Hari ini waktunya Rio beraksi. Pukul 09.00 tepat, ia datang ke rumah
Nana. Karena hari ini bertepatan hari Minggu jadi Rio mengambil latar siang
hari untuk nembak Nana. Rio mengajak Nana ke sebuah resto yang cukup elit untuk
anak SMA macam mereka. Waktu yang ditunggu-tunggu itupun tiba, Rio memberikan
hadiah yang diinginkan Nana. Rio tahu karena ia sudah menyelidiki apa kesukaan
cewek satu ini. Lalu dilanjutkan pengungkapan perasaan Rio ke Nana yang selama
ini dipendamnya.
Nana kaget dan nggak nyangka bahwa Rio
yang hanya ia anggap teman menyimpan perasaan cinta padanya. Ditatapnya Rio
yang daritadi wajahnya menyimpan berjuta harap. Setelah cukup lama keadaan
hening suara lembut Nana memecah keheningan itu.
“ Rio, kamu adalah orang yang
baik,perhatian dan rela berkorban. Aku senang bisa kenal ma kamu. Mungkin ini
saatnya aku jujur ma kamu, sebenarnya selama ini aku menyukai temen kamu, Dika.
Aku sering memberi perhatian ke dia tapi rasanya perasaan cinta ini tidak bisa
menembus tembok baja dihatinya. Memang sedih rasanya, aku juga sering menangis
kenapa cinta ini tidak tersampaikan pada Dika. Mungkin ini memang sudah
takdirku begini. Jadi maaf aku tidak bisa menerima kamu Rio. Terima kasih.”
Nana langsung pergi meninggalkan Rio sendirian. Ia berlari sambil menangis.
******
Ninja hijau Dika melesat meninggalkan
SMA nya. Di depan sekolah Nadia, Dika mendapati cewek pujaannya menunggu
kedatangannya. Keduanya saling bergurau dan bertukar pengalaman. Menjelang sore
, Nadia bergegas pulang. Taxi yang ia tunggu tidak kunjung tiba. Dika yang
sedari tadi menunggu, akhirnya turun tangan juga mengantarkan Nadia pulang.
Jarak lima meter dari rumahnya, Nadia minta turun. Karena jika ketahuan ayahnya
Nadia, bisa gawat urusannya.
Tekad Dika sudah bulat ia akan
menembak Nadia agar jadi pacarnya. Dika menjemput Nadia lima meter dari
rumahnya, mereka pergi ke sebuah taman. Mereka mengambil duduk
berhadap-hadapan. Setelah ngobrol banyak, mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkan
perasaan Dika. Keringat dingin bercucuran, jantung berdetak kencang , wajahnya
pucat pasi, tangannya pun ikut bergetar.
Melihat keadaan itu Nadia hanya tersenyum.
“ Aku mau kok jadi pacar kamu, Dika !
“ Ucap Nadia dengan penuh rasa percaya diri.
“ Benarkah…?? “ tanya Dika dengan rasa
tidak percaya karena Nadia bisa tahu apa yang sebenarnya akan diucapkan Dika.
Anggukan pasti dari Nadia membuat Dika
jadi malu tapi cukup senang. Itulah hari paling bersejarah dalam kehidupan
Dika.
Keesokan harinya, Rio menyeret Dika ke sebuah
gudang yang sepi. Rio menceritakan semua yang dialaminya ketika merayakan hari
ulang tahun Nana. Tak ketinggalan perasaan Nana yang selama ini dipendamnya
pada Dika. Rio juga sudah tahu kalau sekarang Dika sudah berpacaran sama Nadia.
Karena Rio yang sangat sayang sama Nana, ia tidak ingin cewek itu dilukai oleh
siapapun. “ Loe tahu nggak Dik, semenjak loe jadian sama Nadia, hari-hari Nana
hanya penuh dengan sedih dan tangis. Semua ini gara-gara loe Dik, dasar
pengecut. Harusnya loe nyadar kalau perhatian Nana selama ini pertanda ia
sayang ke loe,cinta ke loe, tapi lihat dengan rasa tanpa bersalah sedikitpun
loe cuekin dia, loe membuatnya sakit tau nggak !“ Rio langsung meninggalkan
Dika. Nana yang memergoki kejadian itu langsung pergi berlari sambil meneteskan
air mata.
Belum genap 1 bulan setelah hari bersejarah
itu. Nadia mengajak Dika ke tempat saat mereka jadian. Ternyata ayah Nadia
mengetahui hubungan mereka. Ayah Nadia tidak membolehkan anaknya berpacaran. Ia
diberi pilihan tetap sama Dika tapi putus sekolah atau putus dengan Dika tapi
sekolah tetap berjalan. Pilihan yang sulit, Nadia sangat mencintai Dika ,
begitupun Dika sangat mencintai Nadia lebih dari apapun. Nadia diberi
kesempatan bertemu sama Dika yang terakhir untuk mengakhiri hubungan mereka.
Setelah mengantarkan Nadia pulang , di perjalanan menuju rumah, Karena
pikirannya tak fokus atas kejadian tadi Dika mengemudikan motornya secara
ugal-ugalan,akhirnya ia mengalami kecelakaan. Sebuah truk menabrak motor Dika.
Sepeda motornya remuk tak berbentuk. Helm yang dipakainya lepas akibat benturan
yang sangat keras. Dika langsung dilarikan kerumah sakit. Keadaannya kritis.
Semua hanya bisa berdoa semoga Dika masih bisa diselamatkan.
Nadia mengetahui kejadian itu, dan ia
langsung menuju rumah sakit tempat Dika dirawat. Di sana ada ibu Dika, dengan sopan
Nadia memperkenalkan diri. Lalu Nadia diperbolehkan masuk kamar Dika.
Didekapnya tangan Dika yang lemas dan dingin, dilihatnya balutan putih yang
melingkar dikepala Dika dan selang alat bantu pernafasan serta alat-alat medis
lainnya. Melihat keadaan itu Nadia tak kuasa menahan air mata. “Ini memang
salahku, kenapa? Pasti kamu tidak fokus gara-gara kita putus kan? Sekarang
sudah terlambat, aku hanya bisa berdoa, semoga cepat sembuh, Dika I will always love you forever” kata
Nadia dalam hati. Tiba-tiba ibu Dika menepuk pundak Nadia,
“ Dika mengalami gagar otak , ibu sudah
berpesan berkali-kali agar tidak ngebut tapi kemauan anak ini keras kepala.”
Ibu Irma menjelaskan pada Nadia.
Serasa disambar bledek, hati Nadia bergejolak tak karuan. Ia berfikir, jika Dika
gagar otak bagaimana mungkin ia bisa ingat Nadia, ingat dirinya sendiri aja
belum tentu bisa. “Oh Tuhan, semua ini salahku. Apakah kenangan indah yang aku
alami dengan Dika akan hilang terhapus waktu yang begitu singkat ini. Kenapa
Tuhan?? Aku tidak bisa menerima ini, aku harus bisa memulihkan kesadaran Dika,
aku cinta dia, aku sayang dia, jadi hamba mohon berikan aku kesempatan sekali
lagi untuk bisa mengembalikan senyum Dika serta ingatannya.” Nadia berdoa sehabis
sholat.
Sudah lima hari Dika tak sadarkan diri.
Teman-temannya sudah banyak yang menjenguk, juga bapak ibu guru. Tanpa kenal
lelah, Nana menjenguk dan menemani Dika tiap hari. Apalagi Nana tahu sebenarnya
kenapa Dika tak kunjung sadarkan diri, saat ibu Dika menceritakan keadaan Dika
pada Nadia tempo hari. Saat itu Nana melihat dan mendengar dari luar. Nana
menceritakannya pada Rio, karena hanya Rio yang selalu ada untuk Nana saat ini.
Nana tak sanggup jika orang yang selama ini ia sayangi harus menderita gagar
otak seperti ini. Bagaimana dengan prestasi Dika, apakah akan berhenti sampai
disini begitu juga cinta Nana pada Dika. Setelah Dika sadar, ada Ibu Dika,
Nana, Rio dan Nadia yang kebetulan datang menjenguk Dika. Setelah membuka
matanya, ibu Dika langsung berbicara pada Dika bahwa dia Ibunya, Dika hanya
diam. Lalu disambung Rio,Nana tapi reaksi Dika berbeda ketika Nadia mengenalkan
dirinya. Dika terlihat senang meskipun hanya lewat senyum yang agak dipaksakan.
Keadaannya masih sangat lemah. Entah mukjizat atau memang kehendak Tuhan,
setelah satu bulan Dika terapi dan check up keadaannya mulai stabil. Ia sudah
bisa mengingat sedikit-sedikit memori yang hilang. Semua juga berkat Nadia yang
selalu menemaninya. Meskipun sudah putus, tapi Nadia tetap akrap sama Dika.
Melihat itu, hati Nana serasa diiris-iris, sakit sangat sakit rasanya. Tapi ia
mencoba sabar, berharap Tuhan memberinya jawaban atas semua kesabarannya selama
ini.
Setelah lulus, mereka masuk universitas yang
sama. Akhirnya Dika, Rio, Nana dan Nadia, mereka berempat menjadi sahabat. Dan
akan tetap menyimpan banyak misteri dari perasaannya masing-masing.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar